Memenangkan Dengan Bijak


Di dalam sebuah pertempuran, saat kita berada pada posisi menguntungkan. Mempunyai kekuatan untuk mengubah suatu hal. Berpotensi untuk menjadi pemenang. Akankah kita memilih untuk menang hanya pada pertempuran yang ada di depan kita saja? Atau mengatur strategi terbaik untuk memperoleh kemenangan yang lebih besar, indah dan bijak.
Recep Thayyib Erdogan―muslim baik―perdana menteri di negara sekuler. Di saat pertama kali memenangkan pemilu pada tahun 2002, Turki berada pada tingkat inflasi tinggi. Perekonomian morat-morit. Bahkan mendapat julukan orang sakit Eropa. Meski penduduknya manyoritas muslim, pada saat itu turki adalah negara sekuler yang lebih sekuler dari Amerika. Betapa tidak, saat Amerika menghormati simbol sebuah agama, Turki melarang jelbab di tempat umum dan menutup madrasah. Padahal 98% warga negaranya adalah muslim. Erdogan yang terpilih sebagai Perdana menteri dari partai AKP yang notabene muslim yang baik bermain cantik dalam menyingkapi masalah tersebut. Beliau tidak serta merta mengeluarkan kebijakan melegalkan jelbab dan lainnya, tetapi lebih menitik beratkan pada pemulihan ekonomi negara. Hingga pendapatan perkapita meningkat pesat menjadi kekuatan ekonomi ke enam di Eropa dan ke 14 di dunia.
Bila pemilu tahun 2002 Erdogan mendapat dukungan 34 %, tahun 2007 naik menjadi 46% pada tahun 2011 mendapat suara mayoritas yaitu 59,27 %. Ketika ekonomi negara stabil, dan mendapat dukunyan mayoritas, setelah 10 tahun berkuasa, Erdogan mulai menunjukkan jati dirinya sebagai muslim sejati. Dengan mengatasnamakan HAM beliau berhasil menggolkan UU pembolehan jelbab di muka umum, sehingga setelah sekian lama istrinya Eminen Erdogan baru bisa menginjakkan kaki untuk pertama kali di Kantor Perdana Mentri.
Keberpihakan Erdogan pada Islam memancing ketakutan kaum sekuler. Puncaknya pada medio 2013, kaum sekuler mulai menggoyang Erdogan. Melalui dalih demonstrasi pecinta lingkungan di Taman Gezi. Dalam sekejap menjadi gerakan besar untuk menjatuhkan Erdogan. Tapi  saat itu Erdogan sudah didukung oleh mayoritas rakyat Turki yang mersakan kemakmuran di masa kepemimpinannya. Kita memang belum melihat akhir dari cerita Erdogan tapi dia adalah tipe pemimpin yang memilih menang dengan bijak. Cerdas dalam menyelesaikan komflik politik.
Memilih langkah yang bijak untuk kemenangan lebih besar juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 628 M, berangkatlah Rasulullah SAW beserta 1.400 kaum muslim madinah untuk melaksanakan ibadah umrah. Rombongan tersebut dicegat oleh kaum kafir Quraisy di sebuah tempat yang bernama Hudaibiyyah. Setelah terjadi perundingan panjang keluarlah perjanjian damai yang berbunyi
a. Gencatan senjatan selama 10 tahun, tidak saling menyerang dan menjamin keamanan semua orang
b. Apabila ada fihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad tanpa seizin walinya, Orang tersebut harus dikembalikan ke pihak Quraisy
c. Apabila pihak Muhammad yang menyeberang ke pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikan ke pihak Muhammad.
d. Jika ada pihak luar yang ingin bersekutu dengan pihak Muhammad atau pihak Quraisy diperbolehkan
e. Muhammad dan rombongannya tidak boleh melanjutkan ibadah umrah pada tahun ini. Baru boleh melakukan ibadah haji atau umrah pada tahun berikutnya
Jika diliha sekilas, isi perjanjian tersebut sangat merugikan muslim. Bahkan sempat diprotes oleh beberapa orang sahabat. Padahal jika memaksa untuk berperang, tentu sangat merepotkan kaum Qurasy, bahkan kemungkinan besar bisa dimenangkan kaum muslimin. Wajah para sahabat terlihat kecewa. Nabi SAW tetap pada penderiannya mentaati perjanjian tersebut.
Seiring berjalan waktu, para sahanat baru merasakan banyak manfaat yang diperoleh dengan adanya perjanjian tersebut. Turunnya pamor kaum Quraisy di mata kabilah arab, karena Quraisy terpaksa membuat perjanjian dengan Muhammad merupakan keuntungan bagi kaum muslimin. Pihak Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak Quraisy, cukup menjelaskan jika mereka golongan murtad yang tidak diperlukan dalam barisan kaum muslimin. Sedangkan pihak Quraisy yang ingin masuk Islam tentu mempunyai iman yang kuat. Mereka tetap Islam mesti disiksa kerabatnya di Mekkah. Hal tersebut tidak berlansung lama karena kaum Quraisy sendiri yang membatalkan bagian pihak Muhammad harus mengembalikan pihak Quraisy yang ingin pergi ke pihak Muhammad.
Kaum Quraisy tidak mampu mengatasi kerabat mereka yang tetap menjadi muslim yang melarikan diri ke suatu tempat, membentuk kelompok sendiri dan mengganggu pedagang Quraisy yang melewati daerah kekuasaan kelompok tersebut. Kaum muslim Madinah bebas menyebarkan Islam ke kabilah Arab lainnya tanpa takut diganggu kaum Quraisy mekkah. Keuntungan tersebut terlihat dengan jelas dua tahun kemudian ketika sekali lagi Nabi SAW dan rombongan menuju Mekkah. Jumlah rombongan yang dibawa menjadi berkalilipat lebih banyak. Yaitu 100.000 orang untuk membebaskan Mekkah. Bayangkan dengan menghindari peperangan pada saat umrah, perang yang kemungkinan besar dimenangkan oleh fihaknya, Rasulullah SAW malah memilih membuat perjanjian yang bila dilihat sekilas begitu merugikan pihaknya. Tapi strategi tersebut terbukti sangat menguntungkan. Dua tahun kemudian mendapat kemenangan yang lebih besar. Yaitu fathul mekkah tanpa pertumpahan darah. Sekaligus mewariskan pada umat Islam jika kita bukanlah umat yang doyan berperang.

The end....Semoga bermanfaat

Komentar

Postingan Populer