Menguak Makna Lambang Valentine dari Sebuah Puisi

Gambar hati yang tertancap panah. Itulah lambang yang katanya bermakna cinta dan kasih sayang. Tapi adakah gambar berbentuk daun waru tersebut adalah hati?
Bukan, tidak ada hati yang berbentuk daun waru. Dalam pelajaran anatomi manapun, hati tidak berbentuk daun waru. Kalau tidak percaya bedahlah hati saya atau hati anda. Atau cek lah di pasar, adakah hati lembu atau ikan berbentuk daun waru? Sekali lagi anda akan menemukan jawaban tidak ada.
Jadi apakah makna gambar daun waru itu sesungguhnya? Dalam sebuah puisi Pak Ananto Sidohutomo mencoba memberi kita gambaran. ''Hal gambar waru atau hati''
Tak berbentuk
bukankah itu abstrak?
semisal nyata
tentulah mudah di gambar
Renjana,
menyapa kekasih
buang urusan dunia
sesaat mencari sepi
Pasir,
duduk pada tepian pantai
saat menyapa riak
tinggalkan jejak membekas
Kelam,
janji temu di pematang
hangat sajikan
sapaku yang lemah
Hingga,
membungkuk hadap ke utara
menerima anak panah
tiada jauh dari sang gendewa
Bukan,
aku tak dilahirkan sebagai pelukis
hanya mampu mencoret
mewakili kisah indah yang teramat
singkat
Bukan kejam,
ketika kutebas ke dua kaki
tiada maksud jahat
saat memenggal separuh tubuh ke atas
Cukup!!!
gambaran itu telah tertera jelas
ajakan bermasyuk
secara terang berderang walau
diingkari dengan logika sesat
Pejamkan mata,
atau duduk sejenak di pasir tepian
pantai
jangan menengok pada jejak!!!
***
Adakah puisi di atas membingungkan? Mari kita coba artikan bersama.
Bait pertama adalah penegasan bahwa gambar waru tidak bermakna hati. Bait kedua menggambarkan rindu, berahi pada kekasih kemudian mencari tempat bertemu. Tempat bertemu untuk melampiaskan berahi.
Bait ketiga, mengajak anda untuk melihat bekas ketika anda duduk di pantai, bekas apakah yang terlihat? Tentu bekas bokong. Dan bentuknya seperti apa? menyerupai daun warukan? Bait keempat menjurus pada tempat pertemuan yang kelam. Sejenak akan terlintas di benak kita, tentu identik dengan tempat penyaluran hasrat dan berahi.
Dugaan kita diperkuat dengan bait selanjutnya. ''membungkuk hadap ke utara / menerima anak panah / tiada jauh dari sang gendewa'' Jelas tertangkap maknanya bukan? adakah yang harus saya jelaskan lagi. Silahkan anda membungkuk, kemudian pikirkan anak panah itu berupa apa. ''Bukan kejam, ketika kutebas ke dua kaki / tiada maksud jahat / saat memenggal separuh tubuh ke atas'' Bait tersebut membawa imajinasi anda untuk memangkas kaki dan separuh badan ke atas di saat posisi anda membungkuk. Tentu jelas, di lihat dari belakang yang tersisa adalah bokong berbentuk daun waru. Hal tersebut ditegaskan dalam bait selanjutnya.
Lambang valentine yang berbentuk daun waru yang di bubuhkan anak panah. Dari makna yang coba saya kuak di atas tertangkap jelas maknanya bukan lah hati yang terpanah. Melainkan (maap) bokong wanita, tinggal anda cari sendiri makna anak panahnya apa. Karena mungkin terlalu vulgar untuk saya tulis di sini.
Benarkah demikian maknanya? Dalam perbincangan saya dengan penulis puisi tersebut, menurut pengalaman beliau yang pernah berdiskusi selama berada di Eropa. Pada sekitar tahun 1700 M, orang Eropa sering menggunakan lambang tersebut di depan tempat prostitusi. Lambang yang menandakan jenis pelayanan tempat tersebut. Penjelasan Pak Ananto Sidohutomo membuat saya merinding dan merenung terus hingga keluarlah tulisan ini.
Sekali lagi percayakah saya pada Pak Ananto? Saya kembali menelusuri,
jika lambang daun waru bukanlah berasal dari kebudayaan atau peradaban Islam. Dari istilahnya saja ''Valentine'' sudah sangat jelas asalnya dari peradaban barat. Peradaban mereka yang dianggap termaju saat ini. Sudah menjadi kebiasaan jika meniru dan mengadopsi peradaban yang lebih maju, bahkan tanpa mengerti apa yang kita tiru. Seperti ketika peradaban Islam sampai pada puncaknya di masa lalu, orang Eropa senang meniru kaligrafi Arab gundul atau kufic. Tiruan mereka disebut pseudo kufic. Konon katanya pseudo kufic tersebut mereka ukir di selendang bunda Maria. Jangan heran jika di musium Eropa ada lukisan bunda Maria berhias pseudo kufic tauhid. Orang Eropa menirunya tanpa mengerti arti kalimat tersebut.
Disini kita bukan ingin membahas kufic, tapi hanya sebagai pembelajaran. Jangan meniru sembarangan lambang peradaban lain tanpa mengerti maknanya. Begitupun lambang daun waru dan anak panah. Masihkah kita mengindentikkan hati dengan daun waru? Semua berpulang pada kita.
Wallau a'lam..

Komentar

Postingan Populer