KASIM

Ida Fitri, Radar Mojokerto, 17 Januari 2016
            Dulu pada jaman tiga negara, para kasim dikebiri sebagai bukti kesetiaan kepada raja. Tak ada yang bisa membuktikan apakah kesetiaan terletak pada buah pelir? Atau sang raja takut selir-selirnya dimakan kasim. Dan merupakan sebuah kebanggaan bagi calon kasim yang ikut upacara pengebirian untuk melanjutkan tradisi keluarga.  Prosesi lama yang dilakukan oleh Dinasti Joseon, Goguryeo, Silla maupun Baekje.
            Bayu pernah tinggal selama dua tahun di Gangnam, daerah elit Seol. Lee Young, teman koreanya sangat menyukai sejarah bangsanya. Lelaki bermata sipit itu gemar berdiskusi bersama Bayu. Hanya satu yang tak dipahami Bayu? Kenapa di masa sekarang, ia yang notabene seorang bisnisman, bahkan jauh dari korea didudukkan pada sebuah kursi besi. Di atas meja instrument yang berada di depannya terlihat perlengkapan medis. Sebuah suntikan yang akan mencabut haknya sebagai lelaki untuk selamanya diambil oleh sepasang lengan bersarung tangan. Bahkan ia tidak mengerti kesalahan apa yang telah ia perbuat. Pakaian bagian bawah sudah lama tak berteman dengannya. Hanya kaus lusuh bewarna biru yang menutupi bagian atas tubuhnya. Seragam warna biru layaknya para kasim di drama sejarah Korea.
            Ketika sepasang tangan itu bersiap untuk merengut hal yang paling berharga dari dirinya, Bayu berteriak meronta sekuat tenaga. Tapi tangan-tangannya sudah diikat pada lengan kursi besi. Ia tak berdaya, “Aku bukan Kasim!” jeritnya yang menjadi gigauan yang tak dimengerti. Dan ruangan pun menjadi gelap gulita. Sepertinya Bayu mengembara dalam dimensi yang tidak dimengerti.
            Bukankah cinta tak pernah salah?
***
            Seung Hun mencoba melawan sekuat tenaga. Tapi para penjaga berseragam tetap menyeretnya ke sebuah ruangan.
            “Tidak! Jangan lakukan ini padaku. Aku punya seorag kekasih. Aku tidak mau jadi kasim.”
            “Sebaiknya kau menurut saja anak muda. Beri kebanggaan untuk keluargamu. Atau kau ingin mereka diadili dan dituduh memberontak pada raja?”
            Seung Hun tak sanggup membayangkan raut kecewa Kim Ah, gadis berwajah bulan itu. Kim Ah yang dicintainya akan sangat terluka mengetahui kekasihnya tak layak menjadi lelaki lagi. Atau Seung Hun mungkin tak punya keberanian untuk menemui gadis itu lagi.
            “Tidak! Jangan paksa aku.” Seung Hun menjatuhkan dirinya untuk berlutut di depan penjaga. Penjaga menghentikan langkahnya. Kemarahan terpancar jelas dari parasnya, “Bangun, Anak muda! Jangan mempersulit keadaan.”
            “Aku tidak akan bangun, sampai raja menitahkan kebebasan untukku. Kebebasan untuk jatuh cinta dan memiliki wanita.”
            “Kau pikir dirimu siapa?” Penajaga mendekatkan wajahnya ke depan Seung Hun. “Apa kau ingin kutiduri dulu kekasihmu?”
            Paras Seung Hun berubah merah. Kemarahan dan keputus asa-an menjadi satu. Ia tidak sanggup membayangkan terjadi hal buruk pada kekasihnya. Tak punya pilihan lain, Seng Hun bangkit dan berjalan menuju bilik pengebirian.
            Bukankah cinta tak pernah salah?
***
            Ketika kumis tipis mulai menghias di atas bibirnya, bayu merasakan gejolak aneh dari dalam diri. Tidurnya mulai dipenuhi sensasi yang tidak pernah dialami sebelumnya. Wajah-wajah cantik berambut panjang dengan pipi merah memaksanya menari di dalam tidur. Saat terbangun senyum masih terukir di sudut bibir. Sungguh indah, sungguh menghanyutkan. Hingga suatu malam ia terbangun dengan kehangatan yang sama, tapi sosok bermata gelap dengan bulu-bulu di wajah sedang mengulum bibirnya, kemudian mencumbui lehernya, dadanya dan semakin ke bawah hingga pusarnya. Bayu ingin menolak, tapi rasa nikmat itu mengalahkan logika anak remaja yang baru puber itu.
            “Nikmati …, nikmati saja, Den Bagus,” ujar wajah berbulu di antara napas yang memburu. Suara dan paras itu tidak asing untuk Bayu. Wajah yang kemudian mengenalkannya pada kenikmatan dan cinta. Wajah itu adalah Wajah Mang Ujang, sopir Papa yang selama ini kerap mengantarkan remaja itu ke sekolah.
Semenjak saat itu mimpi-mimpi Bayu menjadi tak berbentuk. Tidak ada lagi gadis-gadis cantik yang mengunjungi tidurnya. Ia pun menjadi ragu apakah Mang Ujang cinta terakhirnya? Apalagi seiring berjalan waktu, mang ujang semakin lapuk dimakan usia. Sementara Bayu tumbuh menjadi lelaki muda berumur dua puluh tujuh tahun. Bayu ingin mencari sesuatu yang baru.
Orang bilang, Perancis adalah surga orang-orang seperti dirinya. Berkat kekayaan orang tua ia pindah ke negara mode tersebut. Sayang kekasih yang ditemukannya di sana malah berselingkuh. Yang sangat menyakitkan lagi, kekasihnya berselingkuh dengan makhluk berambut panjang yang dulu pernah menghiasi mimpi-mimpinya, sebelum Mang Ujang menghadiahinya malam yang penuh kenikmatan.
Rasa kecewa dan sakit hati memaksa Bayu hengkang dari negara tersebut. Korea, istana modenya Asia menjadi tempat yang ia pilih. Di sana ia bertemu Lee Young, dosen sejarah korea yang begitu menggetarkan hati. Korea merupakan salah satu negara paling eksotis di dunia. Dan  orang Korea pandai bermain cinta. Lelaki itu ingin menikah dengan Lee Young. Membina keluarga seperti manusia pada umumnya.
Seandainya berita duka itu tidak diterimanya, Lee Young tentu sudah menjadi pasangan sah-nya. Papa sakit jantung saat mendengar rencana pernikahan sejenis sang putra kebanggaan. Dan lelaki tua itu meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Bayu tetap anak Papa-nya. Ia merasa sangat bersalah. Dan meninggalkan Lee Young tanpa sempat berpamitan.
Setiba di tanah air, pria itu berusaha keras untuk sembuh. Ia mengganti nomor kontak dan meninggalkan semua teman yang mengingatkannya ke masa lalu. Bahkan ia memecat Mang Ujang dan memaksa lelaki itu pindah kota dengan segepok uang. Semuanya berjalan lancer, seandaikan pemilik mata sayu itu tidak pindah ke rumah bercat putih yang berada tepat di sebelah rumahnya. Bahkan si mata sayu itu tinggal di kamar lantai dua yang bersebelahan dengan kamar Bayu. Segala kenangan erostis yang berusaha ia kubur mendadak bangkit kembali. Hanya si mata sayu berbeda dari kekasih-kekasihnya dulu. Bahkan sedikit berbeda dari wajah-wajah berambut panjang yang sekali waktu pernah menghiasi mimpinya. Yang ini lebih rentan dan lembut.
Dan pada suatu pagi Bayu seperti kehilangan akal, ia nekat mendatangi rumah sebelah setelah kenderaan yang membawa kedua orang tua si mata sayu meninggalkan bagasi. Tadi dengan menggunakan teropong seperti biasanya, ia sempat melihat si mata sayu tetap tidur di kamarnya. Sesuatu yang menghentak dalam dirinya membuat Bayu tak mampu berpikir jernih.
Ditekannya bel yang berada di pintu gerbang. Bik Nah, pembantu rumah sebelah begitu saja membukakan pintu untuk lelaki itu. Tanpa sedikit pun rasa curiga. Toh perempuan itu mengenal Bayu, penghuni rumah sebelah yang kerap lari pagi ketika ia membersihkan halaman depan. Bahkan kadang-kadang lelaki itu juga mengirimkan cah ayu-nya coklat mahal dan boneka yang pintar mengedipkan mata.
Bayu benar-benar gelap mata, setelah berada di dalam rumah ia langsung melumpuhkan Bik Nah. Perempuan tersebut diseret ke kamar mandi dengan mulut terikat. Setelah itu Bayu menuju lantai atas, ke kamar si mata sayu.
Nafsu bayu semakin membuncah, saat si mata sayu menangis ketakutan. Dan terjadilah peristiwa itu …. Bukankah tak ada yang salah dengan cinta?
***
            Seung Hun sudah didudukkan di sebuah kursi kayu. Seorang kasim senior berdiri dengan pisau di tangan. Pakaian bawah Seung Hun sudah dibuka sejak tadi. Air mata jatuh berderai di pipinya.
            “Lelaki tak boleh menangis,” kata mediang Appa-nya. Tapi sebentar lagi Sung Heun bukanlah lelaki lagi. Lagian kenapa Appa begitu cepat mati? Ia diadopsi adik tiri Appa yang ternyata seorang kasim raja. Dan pamannya itu sudah mengajarkan prinsip-prinsip hidup seorang kasim semenjak Seung Hun mengikutinya. Hanya Seung Hun remaja sempat jatuh cinta. Filosofi kesetian kasim dan sejenisnya membal dengan sendirinya.
            Kasim senior semakin mendekati Seung Hun, lelaki itu memejamkan mata. Rasa nyeri membakar bagian bawah perutnya. Sejenak ia merasa dirinya berputar-putar dalam sebuah dimensi. Otaknya terus bertanya, bukankah tak ada yang salah dengan cinta?
***
            Seung Heun membuka mata, ia terkejut mendapati dirinya berada di sebuah ruangan aneh. Setelan yang dipakainya tak pernah terlihat dipakai seorang lelaki Goguryeo. Siapakah mereka yang menatapnya penuh perhatian itu?
            “Dosen Lee, coba Anda ceritakan upacara pengebirian seorang kasim. Dan apa bedanya dengan hukum kebiri yang dijalankan negara kita sekarang?”
            Rasa sedih menghujam hati Seung Hun. Ia tidak tahu sedang berada di tempat apa? Kenapa ia harus ditanyakan hal yang baru saja dialami? Lelaki itu terdiam sejenak.
            “Lee Young Dosen, apa para kasim itu tak pernah jatuh cinta?”
            Seung Hun terkejut menatap ke arah mata si penanya. Mata dan wajah itu adalah milik Kim Ah-nya. Hanya mereka memanggil dirinya Dosen Lee. Itu bukan sebuah masalah, selama wanita itu berada di sini. Dan ia merasa dirinya masih lelaki seutuhnya.
            Cinta memang tak pernah salah ….
***
Bayu membuka matanya perlahan. Ia yakin hukuman yang merajam kelelakiannya sudah dilakukan sang algojo bersarung tangan. Namun betapa terkejutnya dirinya mendapati wajah seorang perempuan ber-hambok sedang menunggunya.
            “Sabarlah, Kim Ah, putriku. Relakan kekasihmu, Seung Hun menjadi seorang Kasim. Titah raja tak pernah bisa ditolak.”
            Kim Ah? Bayu memandang tangan dan badannya sendiri. Hambok juga melekat di badannya.
            “Tidakkk!” Ia menjerit sekuat tenaga. Inikah hukuman Tuhan? Menjebak jiwanya ke tubuh wanita korea tempo dulu yang mencintai seorang kasim?
Selesai

Bahasa.
Appa               : Ayah
Hambok          : Baju perempuan korea jaman kerajaan. Sekarang masih dipakai untuk acara
  khusus. Seperti upacara perkawinan dan upara lamaran.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer